Pengaruh Budaya Jawa Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Studi Interpretasi Tafsir Al-Ibriz Karya K.H Bisri Musthofa Terhadap Surah Al-Nisa’ Ayat 3 Dan 129).

Rofi’i, NIM. 202112134110, Pengaruh Budaya Jawa Dalam Penafsiran Al-Qur’an (Studi Interpretasi Tafsi>r Al-Ibri>>z Karya K.H Bisri Musthofa Terhadap Surah Al-Nisa>’ Ayat 3 Dan 129).
Poligami masih menjadi topik hangat saat ini. Meskipun diperbolehkan dalam Islam, praktik ini sering menimbulkan masalah seperti ketidakadilan, konflik keluarga, dan dampak psikologis bagi istri dan anak-anak. Al-Qur'an membahas poligami dalam Surah Al-Nisa>' Ayat 3 dan 129. Kini, poligami dilihat tidak hanya dari hukum Islam, tetapi juga dari perubahan sosial dan budaya. Di Indonesia, budaya Jawa sangat mempengaruhi tafsir Al-Qur'an. Di antara tafsir yang terkenal yaitu Tafsi>r Al-Ibri>>z karya K.H. Bisri Musthofa, ulama dari Jawa. Tafsir ini ditulis dalam bahasa Jawa dan berasal dari tradisi pesantren. Ayat Al-Qur'an tersebut ditafsirkan oleh K.H. Bisri Musthofa melalui pertimbangan kondisi sosial masyarakat. Skripsi ini bertujuan menjelaskan pengaruh budaya Jawa dalam Surah Al-Nisa>' Ayat 3 dan 129 menurut K.H. Bisri Musthofa.
Dalam skripsi ini, dua pertanyaan dikemukakan, yaitu: 1) Bagaimana penafsiran K.H. Bisri Musthofa terhadap Surah Al-Nisa>’ Ayat 3 Dan 129 dalam Tafsi>r Al-Ibri>>z? 2) Bagaimana budaya Jawa mempengaruhi penafsiran K.H. Bisri Musthofa dalam Tafsi>r Al-Ibri>>z terhadap Surah Al-Nisa>’ Ayat 3 dan 129?
Sumber data literatur dalam skripsi kualitatif ini dikumpulkan menggunakan teknik mawd`u>‘i> (tematik). Teknik mawd`u>‘i> merujuk pada Surah Tematik yang dibuat oleh Must`afa Muslim. Karya K.H. Bisri Musthofa berjudul Tafsi>r Al-Ibri>>z menjadi sumber utama skripsi ini, dengan bantuan dari sumber sekunder yang relevan. Metode analisis deskriptif digunakan untuk menggambarkan pengaruh budaya Jawa dalam ayat 3 dan 129 Surah Al-Nisa> dalam pandangan K.H. Bisri Musthofa.
Skripsi ini menghasilkan sejumlah kesimpulan, yaitu: 1) K.H. Bisri Musthofa tidak menolak poligami dan menganggapnya sah dalam Islam jika memenuhi syarat tertentu. Namun, beliau menekankan bahwa jika keadilan tidak bisa ditegakkan, lebih baik menikahi satu istri, sesuai dengan ayat “fa wa>h}idah” . Ini mencerminkan kehati-hatian beliau dalam menjaga kemaslahatan dan menghindari kerusakan dalam rumah tangga. Dalam tafsirnya terhadap surah Al-Nisa>' ayat 129, beliau menegaskan bahwa: Pertama, keadilan batiniyah dalam poligami sulit dicapai, kedua, suami diingatkan untuk tidak condong pada satu istri, ketiga, ada perbedaan antara keadilan batiniyah dan lahiriyah. 2) Cerminan budaya dalam Tafsi>r al-Ibri>>z terlihat dari ungkapan khas Jawa dalam tafsiran Surah Al-Nisa>' ayat 3 dan 129. Beliau menggambarkan laki-laki yang memiliki banyak istri tetapi tidak adil, yang menyebabkan masalah dalam hubungan suami-istri, dengan bahasa yang mudah dipahami. Ungkapan seperti “gumantungan tanpo centelan” menggambarkan derita perempuan dalam poligami yang tidak seimbang, sehingga pesan yang disampaikan menyentuh emosi pembaca